MK Tolak Gugatan Syarat Capres Minimal S-1, DPR: Negara Maju Tak Terapkan Juga

HarianTerpercaya.com - JAKARTA, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan
terkait permintaan agar calon presiden (capres) dan calon wakil presiden
(cawapres) wajib berpendidikan minimal Sarjana Strata 1 (S-1). Putusan ini
disambut positif oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi,
yang menilai langkah MK sejalan dengan prinsip inklusivitas dan demokrasi.
"Undang-undang tentang syarat capres-cawapres sudah
memberikan ruang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk bisa
mencalonkan atau dicalonkan. Tidak boleh ada diskriminasi terhadap latar
belakang pendidikan," kata Dede Yusuf kepada wartawan, Jumat (18/7/2025).
Menurut politisi Partai Demokrat itu, negara-negara maju
juga tidak memberlakukan ketentuan minimal pendidikan formal untuk kandidat
kepala negara. Hal paling penting, kata dia, adalah kewarganegaraan dan rekam
jejak positif calon yang maju dalam pemilu.
"Banyak negara maju tidak menetapkan syarat pendidikan
minimal seperti S-1. Yang penting itu warga negara asli, memiliki rekam jejak
yang baik dan tak bermasalah secara hukum," ujarnya.
MK: Tak Ada Dasar Hukum untuk Batasi Hak Konstitusional
Putusan MK dibacakan dalam sidang terbuka di Gedung MK,
Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (17/7/2025). Permohonan dengan nomor
perkara 87/PUU-XXIII/2025 itu diajukan oleh Hanter Oriko Siregar, Daniel Fajar
Bahari Sianipar, dan Horison Sibarani.
Dalam petitumnya, pemohon meminta agar Pasal 169 huruf r
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dimaknai ulang agar
mensyaratkan pendidikan minimal lulusan S-1 atau yang sederajat untuk calon
presiden dan wakil presiden. Namun, MK menolak permohonan tersebut secara
keseluruhan.
"Menolak permohonan para Pemohon untuk
seluruhnya," ujar Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Suhartoyo juga menyampaikan dissenting opinion atau pendapat
berbeda. Menurutnya, seharusnya permohonan tersebut tidak dapat diterima karena
para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing).
DPR: Kemampuan Manajerial Lebih Penting dari Gelar
Dede Yusuf menegaskan, meskipun pendidikan formal penting,
namun kemampuan memimpin, manajerial, serta mengatasi persoalan bangsa
merupakan indikator utama yang harus dimiliki calon pemimpin.
"Yang paling penting adalah kemampuan berorganisasi,
manajerial, dan mengatasi krisis. Itu lebih relevan daripada sekadar gelar
akademik," ucap mantan Wakil Gubernur Jawa Barat ini.
Ia juga mengingatkan pentingnya komitmen seorang pemimpin
terhadap dunia pendidikan. Menurut Dede, wajah presiden mencerminkan wajah
bangsa di kancah internasional.
"Pemimpin Indonesia harus menghargai pendidikan, karena
itu menggambarkan komitmen negara terhadap pembangunan sumber daya
manusia," tambahnya.
Gugatan yang Ditolak MK
Berikut adalah pokok permohonan dari para pemohon:
- Menyatakan
Pasal 169 huruf r UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat,
jika tidak dimaknai sebagai lulusan S-1.
- Memerintahkan
agar putusan tersebut dimuat dalam Berita Negara RI.
Namun, MK menilai bahwa syarat pendidikan minimal SMA sudah cukup untuk menjamin partisipasi publik yang luas dalam kontestasi demokrasi. Putusan ini sekaligus menegaskan bahwa kewenangan menetapkan syarat tambahan tetap berada di tangan legislatif.