Wamenlu Havas Oegroseno Siap Patuh Jika MK Larang Rangkap Jabatan
![]() |
HARIANTERPERCAYA.COM - Jakarta – Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arif Havas Oegroseno menyatakan akan mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait polemik rangkap jabatan wakil menteri sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurutnya, apabila MK memutuskan bahwa rangkap jabatan tidak diperbolehkan, maka ia tidak memiliki pilihan selain mematuhi aturan tersebut.
“Kalau MK mengatakan nggak boleh rangkap, ya bagaimana lagi? Ya kita ikuti saja, sesuai hukum dan regulasi,” ujar Havas usai menghadiri diskusi publik Kantor Komunikasi Presiden di kawasan Ampera, Jakarta Selatan, Sabtu (19/7/2025).
Tafsir Amar Putusan MK Masih Diperdebatkan
Meski demikian, Havas mencatat bahwa amar putusan MK No. 21/PUU-XXIII/2025 tidak secara eksplisit melarang rangkap jabatan wakil menteri. Ia menyebut bahwa makna dari putusan MK sebaiknya merujuk pada amar putusan, bukan pertimbangan hukum atau opini yang tercantum di dalamnya.
“Keputusan MK menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Jadi ya kita ikuti amar putusannya saja,” tegasnya.
Havas diketahui menjabat sebagai Komisaris PT Pertamina International Shipping, salah satu anak usaha BUMN strategis di sektor energi. Ia merupakan salah satu dari 30 wakil menteri yang merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN.
Baca Juga: Pendiri PSI Ungkap Pernah Minta Jokowi Buatkan Logo Partai
MK Tegaskan Posisi Wamen Sama dengan Menteri
Polemik ini kembali mengemuka usai putusan MK 21/PUU-XXIII/2025 yang mengutip pertimbangan sebelumnya dalam putusan MK No. 80/PUU-XVII/2019. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa jabatan menteri dan wakil menteri memiliki kedudukan yang setara, karena sama-sama merupakan pejabat negara yang diangkat presiden.
“Dengan status demikian, maka seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU No. 39 Tahun 2008 berlaku pula bagi wakil menteri,” bunyi putusan 80/2019.
Namun, karena amar putusan terbaru tidak secara tegas menyatakan adanya pelanggaran, beberapa pihak termasuk Arif Havas memilih menunggu penafsiran resmi pemerintah atau peraturan turunan yang lebih jelas.
